28 September 2011

SENA DIDI MIME DAN OBOR SAKTI DANCE TEATER

 
                               






(SENA DIDI MIME PANTOMIM BROOM IN HAND)

Sena Didi Mime dan Obor Sakti Dance Teater Mempersembahkan Broom In Hand dan The School. Acara ini diadakan pada tanggal 17 Juli 2011 jam 19.30 wib s/d selesai, HTM Rp 10.000 per orang. Acara ini didukung oleh Dinas kebudayaan dan pariwisata kota Bogor, Jurnal Bogor, dan RRI BOGOR.
The School adalah kelompok teater dari sanggar Obor Sakti yang dipimpin oleh Atang Supriatna. Pengiring music dipimpin oleh Checeng Arifin dan Yayat Odoy. Kelompok The School beranggotakan enam belas orang pemain yaitu, Parikesit S. Wangsa, Abi Mulyadi, Riina Meilan, Puun Rahayu, Aciel A. Tamrin, Rahmat Halomoan, Hakim Saiman, Chairil Anwar, Ach. Hambali, Andri Sundara, Gilang PMP, Nurhadi, Rizki Sugih, Sihabudin, Lutfi Faris, dan Abday.
Dance Teater Modern dari Obor Sakti menampilkan teater bertema pendidikan. Dengan tujuan supaya sadar betapa pentingnya pendidikan untuk anak–anak Indonesia sekarang ini. Teater yang membuat para penonton bertepuk tangan meriah karena pertunjukkannya bagus dan aksi panggung dari para pemain yang kreatif serta imajinatif. Mereka menampilkan dengan penuh semangat Dance Teater ini.
            Apabila orang tua mempunyai anak supaya disekolahkan di tempat yang sesuai dengan minat dan bakat dari anaknya sendiri. Karena kita sudah mengetahui juga biaya sekolah atau kuliah itu sekarang sangat mahal membutuhkan banyak uang. Orang tua yang selalu berusaha dan bekerja keras siang malam seakan tak mengenal letih. Hanya untuk anak–anaknya tercinta dapat bersekolah atau kuliah sesuai dengan minat dan bakatnya masing–masing. Mencari ilmu dan pengetahuan untuk bekalnya nanti kelak anak–anaknya tumbuh dewasa. Jaman yang semakin modern serta teknologi semakin canggih apabila tidak pintar bisa terkena tipu orang lain.
Tetapi, apa jadinya bilamana kerja keras serta usaha orang tua kita yang mencari uang dari pagi, siang, dan malam untuk biaya pendidikan anaknya itu disia–siakan begitu saja. Dengan maksud anak–anaknya disekolahkan atau bahkan sampai bisa kuliah di perguruan tinggi, anaknya mengecewakan kepercayaan orang tuanya. Seharusnya sekolah atau kuliah mencari ilmu dan berprestasi dalam belajar, ini disekolah atau bahkan di kampusnya hanya mabuk–mabukkan, gele atau ganja, sampai parahnya lagi over dosis narkoba.
Begitu kecewa perasaan dari orang tuanya melihat anak–anaknya menjadi seperti itu kecanduan narkoba. Sebaliknya demikian apabila anak–anaknya itu berhasil menjadi orang yang pintar, cerdas, kreatif, imajinatif, serta mempunyai prestasi disekolah atau di kampusnya. Orang tua melihat dengan hati terharu dan gembira pada anaknya. Kerja keras dan usaha orang tua mencari uang untuk biaya pendidikan anak–anaknya semua menjadi bermanfaat.
Broom In Hand adalah sekelompok orang yang tergabung dalam Teater Pantomim Sena Didi Mime. Menampilkan pantomime pada acaranya di Gedung Kemuning Gading 17 juli 2011 lalu. Broom In Hand di produseri oleh Didi Petet, Sutradara Yayu Aw Unru, Manager Rama Sastra, Lighting Donie D. Burkud, Music Jalu, Artistik Udin, Beni, Virhot, Stage Manager Faizal, Sky, dan para pemain beranggotakan lima orang laki–laki yaitu, A. Ramadhan Al Rasyid, Yehuda Gabrielita, Abdullah Rahman, Abu Bakar, Stefanus Hermawan Kristyan.
Sena Didi Mime berdiri atas prakarsa dua orang seniman lulusan institut Kesenian Jakarta pada tahun 1977, saat keduanya masih aktif sebagai mahasiswa. Mereka adalah Sena A. Utoyo dan Didi Petet. Sena Didi Mime adalah satu–satunya grup teater yang ada di Indonesia. Kiprahnya sampai di berbagai festival Internasional.
Proses kreatif karya pentas Sena Didi Mime dapat dibagi dalam dua model penciptaan. Pertama, karya–karya yang diciptakan dalam bentuk cerita dengan plot linear. Pada model ini, tuturan cerita disajikan lengkap dengan karakterisasi tokoh yang memaparkan, menciptakan dan menyelesaikan konflik yang membentuk keseluruhan cerita.
Model penciptaan ini tampak dalam karya–karya seperti BECAK, STASIUN, SOLDAT, BECAK B KOMPLEKS, LOBY–LOBY HOTEL PELANGI (1991), serta GANGSTER DAN TEMANMU. Kedua, karya – karya yang diciptakan dalam bentuk cerita non linear. Pada model ini cerita dibangun dengan jalan mengaktualkan setiap gagasan ke dalam bentuk sketsa situasi. Akan tetapi satu sketsa situasi dengan yang lainnya sengaja tidak dirangkai secara naratif, namun masing – masing dibiarkan hadir begitu saja, sehingga keseluruhan karya tampil sebagai kolase dari berbagai sketsa situasi tersebut. Beberapa karya yang menjadi contoh model penciptaan semacam ini adalah SEKATA KAKTUS DU FULUS, SE TONG SE TENGGAK, KASO KATRO, serta DALAM KANTONG PLASTIK.
Di dalam kedua model ini, karkter–karakter pada masing–masing repertoar tersebut pada saat tertentu menjadi tidak permanen. Akibatnya, pada suatu situasi tertentu karakter antagonis bisa saja berubah menjadi protagonist ataupun sebaliknya. Dan yang lebih ekstrim lagi adalah bahwa dapat saja secara arbitrer karakter–karakter keseluruhannya berubah wujud dan sekedar menjadi sebuah situasi sehingga dapat mengecoh dan merobek imajinasi penonton. Hal di atas bukannya lahir dari ketidaksengajaan, namun secara sadar diciptakan untuk mendinamisasi sifat kaku dari model penceritaan baku sebuah karya pentas yang sering kali tidak lagi memiliki kejutan. Oleh karenanya pembacaan karya pentas seperti itu lebih tepat dianalogikan dengan membaca puisi ketimbang membaca prosa. Namun model penciptaan ini, tentu saja, tidak dimaksudkan untuk menjadi tidak komunikatif. Karena seperti juga sebuah puisi, ia merupakan sebuah ekspresi kesenian yang memiliki cara khasnya dalam berkomunikasi.
Aktualisasi gagasan sebagai tulang punggung kreasi model kedua ini dalam keseluruhan repertoar Sena Didi Mime bersumber dari situasi keagamaan social di seputar kita. Ia dibentuk ke dalam suatu sketsa situasi yang diekspresikan secara teateral dengan kerangka komedi kental yang terdapat dalam semangat pantomime. Adapun pola pantomime disini menjadi unik dan menarik oleh karena struktur komedinya memiliki keluasan imajinasi tanpa batas. Lebih dari itu, ia bahkan mampu menjangkau fantasi yang dapat ditemui lewat film–film kartun.
Mengenai dialog yang diciptakan secara terbatas, meski bertentangan dengan pola lazim pantomime, namun hal ini disadari sebagai sebuah gebrakan kreatif dalam meruntuhkan pembatas antara konvensionalitas teater pada umumnya dengan konvensionalitas pantomim itu sendiri. Dan alasan seperti itu juga didasarkan pada beberapa pertimbangan yang sangat masuk di akal. Kesadaran akan adanya sebuah situasi penceritaan dalam karya pentas Sena Didi Mime misalnya, sering kali menuntut agar gagasan yang hendak disampaikan dapat lebih mudah untuk dicerna penonton sehingga pemakaian kata–kata menjadi tidak terelakkan.
Namun sering kali pula dialog diciptakan hanya untuk mengejar efek bunyi bernilai musical, dibanding untuk menjadikannya dialog bernilai verbal. Di sini, perhitungan melodi dan timing dari penciptaan dan penempatan dialog mendapat perhatian tersendiri agar tidak terjebak ke dalam bentuk drama kata–kata ataupun sebaliknya, dimana aktualisasi cerita tidak juga terjebak ke dalam pola drama bisu yang dipenuhi oleh bahasa–bahasa isyarat. Dengan model–model penciptaan seperti ini, sebuah proses latihan tentunya menjadi aktivitas yang sangat penting. Dalam hal ini,  tempat latihan harus mendapatkan perhatian tersendiri.

“CINTA BUDAYA”



Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Pakuan Bogor mempersembahkan sebuah acara seni dan kebudayaan dengan tema “Cinta Budaya.” Acara diadakan pada hari Sabtu tanggal 16 Juli 2011 pukul 14.00 – 17.30 yang bertempat di Ruang Auditorium Universitas Pakuan. Cinta Budaya ini diadakan karena terlihat jaman sekarang masyarakat Indonesia berkurang kecintaannya terhadap budaya yang ada di negaranya sendiri, mereka lebih suka atau senang dan cinta terhadap budaya asing di luar negeri dibandingkan dengan budaya yang  ada di Indonesia negerinya sendiri.
“Acara ini dibuat oleh mahasiswa Fakultas Sastra Jurusan sastra Indonesia dan sastra Jepang di Universitas Pakuan Bogor, dalam rangka untuk nilai praktek Ujian Akhir Semester mereka. Makanya mereka membuat acara Cinta Budaya ini.” Ujar salah satu pemain gamelan dari group SASINDO.
Akan menampilkan beberapa karya seni dari para mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Pakuan. Diantaranya yaitu, SASINDO, Limahari, GENG REMBEL, SatuDua, dan BEBEK ATAU AYAM.
SASINDO menampilkan beberapa karya seni diantaranya Gamelan membawakan Rajah Mustika, Payung Tunggal Nada, Angin Kota, dan Dolaran. Limahari menampilkan karya seni berupa Musikalisasi Puisi. GENG REMBEL menampilkan sebuah karya seni Parodi yang berjudul “Berbeda Itu Indah.” SatuDua menampilkan karya seni tarian Kontemporer yang berjudul “Wanita Dititik 0.” Dan juga BEBEK ATAU AYAM akan menampilkan Komposisi Gerak Kontemporer.
Group SASINDO menceritakan tentang kehidupan sehari – hari manusia, yang mana manusia hidup tak selamanya indah. Manusia hidup adakalanya diatas, adakalanya pula berada dibawah. Jadi, tidak ada manusia yang sempurna. Setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing – masing.
Manusia memang ada yang terlihat sempurna, itu karena ia pandai menutupi segala kekurangannya dengan kelebihan yang dipunya. Hidup setiap manusia ada sedih ada senang, ada benci ada cinta, ada sakit ada sehat, dan lain – lain. Buatlah hidup itu penuh makna yang tidak akan terlupakan oleh memori otak kita. Meskipun kita hidup sederhana janganlah bersedih hati merasa kekurangan, tetaplah tersenyum bercanda tawa riang gembira bersama – sama teman, sahabat, pacar, keluarga, adik, kakak, dan yang lainnya.
Karena dengan mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa kita belajar bersabar, menjadi orang rendah hati, tidak sombong, mudah berbagi kepada sesama teman dan sahabat. Tunjukkan pada orang lain di luar sana walaupun kita sederhana tetapi, kita merasa cukup tidak kekurangan dan minta – minta atau mengemis kesusahan pada orang lain. Terus berusaha untuk meraih mimpi, cita – cita, dan harapan di hari esok semoga lebih baik dan sukses.
Group Limahari menampilkan Musikalisasi Puisi. Kenapa group ini bernama limahari, karena hanya latihan dan persiapan untuk penampilan acara Cinta Budaya ini dengan waktu yang singkat dan berharap menghasilkan karya yang waahhh luar biasa. Makanya group ini dinamakan dengan nama Limahari. Karena hanya latihan dalam waktu singkat limahari penampilan, artikulasi pengucapan puisi serta intonasi dalam membaca puisinya juga disini dinilai masih sangat kurang efektif hasil yang didapat dalam pementasan saat dipanggung.
 “Group limahari ini menceritakan tentang pujian dan makian terhadap Tuhan, dengan judul Musikalisasi Puisi Jeritan Doa. Sekarang banyak orang – orang yang hanya mengaku sebagai Islam tapi kelakuannya tidak mencerminkan sebagai orang islam yang sebenarnya. Ngapain si Tuhan buat apa si ibadah !!! ungkap sutradara dari group Limahari.”

MALAM INSAN KEBUDAYAAN KOTA BOGOR

 Dalam rangka hari jadi Bogor ke – 529 tahun 2011 mempersembahkan Malam Insan Kebudayaan dengan mempergelarkan karya-karya seni Unggulan di Kota Bogor. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bogor membuat acara kebudayaan dan kesenian dengan tema yang berjudul Bogor Sauyunan. Acara tersebut akan diadakan di Gedung Kemuning Gading, Bogor, pada Tanggal 18 Juni 2011 lalu. Acara Malam Insan Kebudayaan ini baru pertama kali dilaksanakan.
Malam Insan Kebudayaan ini akan menyelenggarakan satu Pergelaran karya – karya seni dan budaya unggulan di kota Bogor. Acara ini dihadiri oleh para pejabat seperti, bapa WALIKOTA Bogor serta stafnya, bapa Sekretaris Daerah serta stafnya, Ketua Dewan Kesenian, dan bapa Pembina Kesenian dan Budaya. Malam Insan Kebudayaan dibuka oleh Pidato sambutan dari bapa WALIKOTA Bogor yang pertama, kedua sambutan dari bapa Sekretaris Daerah, yang terakhir sambutan dari Ketua Dewan Kesenian Kota Bogor. Ketua Pelaksana acara Malam Insan Kebudayaannya adalah bapa Uci selaku Kepala Seksi Kesenian di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Acara ini kedatangan banyak sanggar – sanggar terkenal yang akan menampilkan karya seni dan budaya unggul di kota Bogor.










     (bapa walikota bogor)                                                                          (bapa sekretaris daerah)



Malam Insan Kebudayaan mempergelarkan kesenian dan kebudayaan unggulan seperti, Tari Topeng Priangan karya Citra Budaya pimpinan Nenny, Tari Wayang Hihid karya Ade Suarsa, Teater Modern dari sanggar Obor Sakti pimpinan Atang Supriatna, Tari Payung karya Abah Cerry, dan sanggar – sanggar terkenal lainnya.
Tari Topeng Priangan mengawali acara pembukaan Malam Insan Kebudayaan. Dengan menampilkan tarian tradisional yang sudah terkenal. Tari Topeng Priangan berjumlah lima orang penari perempuan. Penampilannya memikat perhatian para penonton Malam Insan Kebudayaan dengan gerakan tangan dan kepala yang lembut.
Tari Wayang Hihid karya Ade Suarsa merupakan tari wayang alternative yang terbuat dari bambu bukan seperti seperti wayang golek ataupun wayang kulit. Dengan penampilannya yang menarik serta aksi panggungnya mencuri perhatian penonton. Wayang hihid didirikan pada tahun 2010. Inspirasi wayang hihid dihasilkan dari pemikiran yang sebenarnya ada dalam kehidupan sehari – hari manusia, yaitu hembusan atau tiupan angin panas itu disimbolkan sebagai angin jahat biasa berwarna hitam serta hembusan atau tiupan angin dingin dilambangkan sebagai angin baik biasa berwarna putih. Tari wayang hihid beranggotakan delapan orang perempuan menggunakan pakaian tradisional yang sederhana serta aksi panggung kedua tangannya memegang kipas bambu, dan dua orang laki – laki berpakaian yang berbeda seperti jubah panjang berwarna hitam dan putih. Seolah – olah menggambarkan seperti malaikat dan setan bermakna filosofi antara kebaikan dan kejahatan yang selalu ada di kehidupan sehari – hari kita.
                    (tari topeng priangan)                                     (tari wayang hihid)


Pertunjukkan selanjutnya penampilan dari sanggar obor sakti pimpinan Atang Supriatna dan Tari Payung karya Abah Cerry. Dance Teater Modern dari Obor Sakti menampilkan teater bertema pendidikan. Dengan tujuan supaya sadar betapa pentingnya pendidikan untuk anak – anak Indonesia sekarang ini. Teater yang membuat para penonton bertepuk tangan meriah karena pertunjukkannya bagus dan aksi panggung dari para pemain yang kreatif serta imajinatif.
            Apabila orang tua mempunyai anak supaya disekolahkan di tempat yang sesuai dengan minat dan bakat dari anaknya sendiri. Karena kita sudah mengetahui juga biaya sekolah atau kuliah itu sekarang sangat mahal membutuhkan banyak uang. Orang tua yang selalu berusaha dan bekerja keras siang malam seakan tak mengenal letih. Hanya untuk anak – anaknya tercinta dapat bersekolah atau kuliah sesuai dengan minat dan bakatnya.
            Tetapi, apa jadinya bilamana kerja keras serta usaha orang tua kita yang mencari uang dari pagi, siang, dan malam untuk biaya pendidikan anaknya itu disia – siakan begitu saja. Dengan maksud anak – anaknya disekolahkan atau bahkan sampai bisa kuliah di perguruan tinggi, anaknya mengecewakan kepercayaan orang tuanya. Seharusnya sekolah atau kuliah mencari ilmu dan berprestasi dalam belajar, ini disekolah atau bahkan di kampusnya hanya mabuk – mabukkan, gele atau ganja, sampai parahnya lagi over dosis narkoba.
Begitu kecewa perasaan dari orang tuanya melihat anak – anaknya menjadi seperti itu kecanduan narkoba. Sebaliknya demikian apabila anak – anaknya itu berhasil menjadi orang yang pintar, cerdas, kreatif, imajinatif, serta mempunyai prestasi disekolah atau di kampusnya. Orang tua melihat dengan hati terharu dan gembira pada anaknya. Kerja keras dan usaha orang tua mencari uang untuk biaya pendidikan anak – anaknya semua menjadi bermanfaat.
Teater modern dari sanggar Obor Sakti diperankan oleh enam belas orang pemain yang mayoritas para pemainnya itu semua kuliah di Universitas Pakuan Fakultas Sastra. Dengan dua orang pengiring music yaitu bapa Checeng Arifin dan bapa Yayat Odoy.
Penampilan terakhir acara Malam Insan Kebudayaan Kota Bogor ditutup oleh pergelaran kesenian Tari Payung asuhan Abah Cerri. Tari payung ini mendapat dukungan penuh dari bapa Walikota Bogor. Tari payung adalah salah satu tari modern yang saat ini sedang dikembangkan oleh Abah Cerri.
“Awal mula atau inspirasi mendapatkan ide sebuah karya seni tari payung ini adalah karena Abah Cerri tinggal di Kota Bogor, dan Bogor dikenal dengan sebutan kota hujan maka terlintaslah di pikiran saya bahwa hujan itu selalu berkaitan dengan payung dan itu sangat menarik untuk sebuah karya seni, kata Abah Cerri.”
Kenapa acara ini Malam Insan Kebudayaan mempergelarkan tari payung, karena tari payung merupakan karya seni dan budaya unggulan yang terpilih dari sanggarnya Abah Cerri, juga tari payung itu mempunyai keunggulan yang lainnya yaitu mendapatkan penghargaan berupa anugrah seni budaya ke 30 tahun, tutur pak uci selaku ketua pelaksana acara Malam Insan Kebudayaan Kota Bogor.
Tari payung ini beranggotakan Sembilan orang perempuan dengan menggunakan kostum panggung yang sangat sederhana hanya memakai kaos bewarna hitam dan celana jeans panjang bewarna hitam juga. Penampilan dari tari payung ini sangat unik karena menari dengan membawa payung dan payungnya itu di cat bewarna biru tua dengan bentuk seperti sebuah pusaran air. Anggota tari payung juga itu adalah orang – orang pilihan dari beberapa siswa dipilih Sembilan orang terbaik untuk di latih oleh Dewan Kesenian Kota Bogor  sehingga membuat karya seni tari payung. 











(tari modern sanggar obor sakti)                                                          (tari payung karya abah cerry)


IDEOLOGI Kualitas Ekspor



MADE IN INDONESIA
Kapitalisme global menciptakan keserakahan dan penjajahan gaya baru yang meyengsarakan dunia. Ketika itulah para pemimpin dunia, melirik ideologi yang tidak liberal juga tidak sosialis. Pancasila menjadi salah satu yang “diimpor” oleh Negara–Negara maju. Ironinya, di dalam negeri Pancasila justru tak terdengar lagi.
Prof Dr Ing Bachruddin Jusuf Habibie, atau biasa di sapa Habibie, presiden RI ke–3. Di siang itu, 1 juni 2011. Di hadapan ratusan anggota DPR di gedung DPR RI Senayan. Berbicara dengan lantang, dengan aksen yang khas. Matanya masih melotot tajam, meski cahayanya agak redup termakan usia. Dengan semangat dia menekankan, bangsa ini hanya bisa maju dengan kembali melaksanakan Pancasila.
Katanya,”Hari ini tanggal 1 Juni 2011, enam puluh enam tahun lalu, tepatnya 1 Juni 1945, di depan siding Badan Penyelidik Usaha–usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Bung Karno menyampaikan pandangannya tentang fondasi dasar Indonesia Merdeka yang beliau sebut dengan istilah Pancasila sebagai philosofische grondslag(dasar filosofis) atau sebagai weltanschauung(pandangan hidup) bagi Indonesia Merdeka.”
Selama enam puluh enam tahun perjalanan bangsa, Pancasila telah mengalami berbagai batu ujian dan dinamika sejarah sistem politik, sejak zaman demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, era Orde Baru hingga demokrasi multipartai di era reformasi saat ini. Di setiap zaman, Pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah.
“Sejak 1998, kita memasuki era reformasi. Di satu sisi, kita menyambut gembira munculnya fajar reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi di berbagai bidang. Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupan demokrasi tersebut, ada sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan bersama: Dimanakah Pancasila kini berada?,” Tanya Habibie di atas podium.
Pertanyaan ini penting dikemukakan. Menurutnya sejak reformasi 1998, Pancasila seolah–seolah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi, Pancasila seolah hilang dari ingatan bersama bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan.
Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk–pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik. Habibie adalah saksi mata sejarah, peralihan Orde Baru ke Orde Reformasi. Namun, tak semua dari masa lalu bangsa Indonesia adalah kelam. Dia mengingatkan, Pancasila seperti duduk sunyi sendiri lantaran, terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya, perkembangan gagasan hak asasi manusi (HAM) yang tidak diimbangi dengan kewajiban asasi manusia (KAM), lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, dimana informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap “manipulasi” informasi dengan segala dampaknya.
“Dengan terjadinya perubahan tersebut diperlukan reaktualisasi nilai–nilai pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam menjawab berbagai persoalan yang dihadapi saat ini dan yang akan datang, baik persoalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Kegagalan kita melakukan reaktualisasi nilai–nilai Pancasila tersebut menyebabkan keterasingan Pancasila dari kehidupan nyata bangsa Indonesia,”imbuhnya.
Semangat generasi reformasi untuk menanggalkan segala hal yang dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu dan menggantinya dengan sesuatu yang baru, meminggirkan Pancasila sebagai payung kebangsaan yang menaungi seluruh warga yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa, agama, dan afiliasi politik. Pancasila masih diakui sebagai dasar Negara, tetapi tidak dijadikan pilar dalam membangun bangsa yang penuh problematika saat ini.
Sebagai ilustrasi misalnya, penolakan terhadap segala hal yang berhubungan dengan Orde Baru, menjadi penyebab mengapa Pancasila kini absen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus diakui, dimasa lalu Pancasila dijadikan senjata ideologis untuk mengelompokkan mereka yang tak sepaham dengan pemerintah sebagai “tidak Pancasilais” atau “anti Pancasila”. Lalu Pancasila menjadi identik dengan alat pembenar penguasa untuk menindas rakyat.
“Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim pemerintahan tertentu, menurut saya, merupakan kesalahan mendasar. Pancasila bukan milik sebuah era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada masa tertentu. Pancasila juga bukan representasi sekelompok orang, golongan atau orde tertentu. Pancasila adalah dasar Negara yang akan menjadi pilar penyangga bangunan arsitektural yang bernama Indonesia. Sepanjang Indonesia masih ada, Pancasila akan menyertai perjalanannya. Rezim pemerintahan akan berganti setiap waktu dan akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi dasar Negara akan tetap ada dan tak akan menyertai kepergian sebuah era pemerintahan!” kata Habibie berkobar–kobar.
Reformasi dan demokratisasi di segala bidang akan menemukan arah yang tepat manakala kita menghidupkan kembali nilai–nilai Pancasila dalam praksis kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh toleransi di tengah keberagaman bangsa. “Saya percaya, demokratisasi yang saat ini sedang bergulir dan proses reformasi di berbagai bidang yang sedang berlangsung akan lebih terarah manakala nilai – nilai Pancasila diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tutup Habibie, yang sedang disambut tepuk tangan seluruh anggota DPR RI. Negeri Lain Melirik Indahnya Pancasila.
Harapan Habibie ini juga harapan seluruh bangsa Indonesia. Agar penyelenggara Negara, kembali menjalankan Pancasila. Begitu saktikah Pancasila? Ini bukan persoalan sakti atau tidak sakti. Pancasila semacam perasaan atau nilai murni dari kemanusiaan. Pancasila lahir di saat Perang Dunia Kedua berakhir. Di mana ada ideologi besar, liberal dan sosialis yang saling berhadapan, yang ingin melawan ideologi konservatif, yang dianut Negara–Negara penjajah. “Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk–pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.”
“Pancasila lahir dari isme yang terbentuk karena perlawanan Negara dunia ketiga termasuk Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme. Indonesia pada saat itu, baru menjadi sebuah Negara yang beradab yang harus mencari atau memeluk salah satu dari sosialisme–komunisme atau liberalisme,” ujar Budiarto Shambazy, Redaktur Harian Kompas.
Tiga ideologi ini mampat, tak berkembang. Meski begitu, setiap ideologi harus dijalankan sesuai perkembangan zaman (aktualisasi) dan terus “disegarkan”. Budiarto mencontohkan bagaimana, Perdana Menteri Singapura, Goh Chok Tong, di 1989, berpikir–pikir “Wah, Negara ini sudah terlalu komersial, sudah menjadi bintang ekonomi, yang dipikirkan duit saja”. Goh Chok Tong lalu memerintahkan sebuah tim untuk membuat ideologi dengan nama “Share Values” atau nilai–nilai bersama. Ini menjiplak dari Indonesia.
Ideology ini dibawa ke parlemen dan dibuat pansus atau komisi khusus untuk merumuskan “Share Values”. Tahun 1991 diresmikan “Share Values” nilai bersama ini mirip dengan Pancasila yang berjumlah lima juga. “Mereka tidak malu mengatakan, kami menjiplak Pancasila,”kata Budiarto Shambazy. Amerika Serikat yang telah merdeka sejak 4 Juli 1776, bukannya tak memiliki problema dengan ideologi. Di negeri Abang Sam itu terdapat dua ideologi besar yang saling bersaing, berebut simpati sejak zaman Amerika baru merdeka, konservatisme yang diwakili oleh Partai Republik dan liberallisme yang diwakili oleh Partai Demokrat.
Di satu sisi konservatisme, menumbuhkan nasionalisme berlebihan alias Amerika Serikat di atas segala bangsa, sementara liberalism terlalu menjunjung tinggi kebebasan individu. Seorang Barrack Obama, presiden Amerika yang ingin menyantuni fakir miskin untuk memperoleh jaminan kesehatan yang layak, justru kerap ditentang oleh golongan Republik dan Demokrat. Mereka menganggap sosialisme yang dilakukan Obama, mengkhianati semangat kapitalisme yang tidak mengenal redistribusi kekayaan. Alasan mereka Amerika bukan Eropa, tak ada urusan santunan untuk orang miskin di Amerika Serikat.
Dalam Negara yang sangat individual seperti Amerika ini, bagaimana sebuah ideologi untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air ini disemai? Caranya sangat sederhana, tidak mengawang–awang di langit dengan bahasa susah atau menghafal buku setebal bantal. Sebagai contoh, film–film Holywood Amerika, menurut Undang–Undang dan ini wajib dipatuhi, setiap film Amerika mempertontonkan beberapa detik bendera Amerika. Hal ini hanya karena pemerintah menganggap masyarakat begitu “bodoh”, sampai tidak tahu bendera Negara sendiri. Tetapi itu kenyataan, untuk membangkitkan nasionalisme, walaupun Amerika sudah menjadi Negara maju mereka tetap mencari jalan–jalan yang mudah dimengerti. “Sementara di Indonesia, masih ada guru yang melarang untuk hormat kepada bendera, “kata Budiarto.
Di Amerika, anak–anak dari TK itu sudah tahu apa itu “E pluribus unum”, alias berbeda–beda tetapi satu, mirip dengan slogan Bhineka Tunggal Ika. Karena sejak dini mereka diajarkan perbedaan ras dan agama. Setiap hari pertama masuk, di sekolah–sekolah ada tulisan “men are created equal”, semua manusia diciptakan sederajat. Itu mereka hafal dan harus ditulis besar–besar di setiap sekolah SD. Ini hanya untuk mengingatkan bahwa “Kamu itu haknya sama dengan yang lain”. Soal konstitusi, baru diajarkan nanti kelas 6 SD. Semua itu dilakukan, agar mereka sudah mengerti dan melaksanakan aturan sejak dini, tanpa dipaksa menghafal dasar–dasar Negara atau hal–hal yang sifatnya normatif.
Di Indonesia, Pancasila yang mengajarkan etika, saling menghargai, saling menghormati, musyawarah untuk mufakat, kesetiakawanan, mulai diabaikan generasi muda, justru menjadi hal yang diakui keluhurannya di negeri orang. Pancasila serasa ideologi kualitas ekspor, tapi tidak pernah dinikmati di negeri sendiri. Ini seperti bensin bagus yang diekspor sementara di dalam negeri bensin kelas lima yang dijual di pasar.