5 Oktober 2011

Membumikan Pancasila di Hati Generasi Masa Depan Bangsa




Ketika para pendiri bangsa menyusun Pancasila. Filsafat bangsa ini diserap dari nilai–nilai luhur bangsa Indonesia, yang diakui kebenarannya secara universal. Ia adalah rekam jejak kebijakan lokal yang telah hidup sejak abad pertengahan. Tantangannya, generasi muda kini tak mengenal Pancasila akibat reformasi meninggalkan Pancasila di ruang yang gelap. Terabaikan. Lantas, di saat bangsa Indonesia melaju tanpa jati diri dalam politik global, sudah saatnya generasi muda mengenali sekaligus menjalankannya.
Kemajemukan Indonesia, tanpa pengelolaan yang serius, meminjam istilah Tamrin Amal Tomagola, Sosiolog UI adalah bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Di sisi lain, Islam dengan maraknya aksi bom bunuh diri dicap sebagai ideologi tanpa toleransi. Keras tanpa kompromi. Era reformasi juga melahirkan wajah–wajah Islam garis keras, yang gemar merusak dan anti perbedaan. Jauh dari konsep tasamuh atau toleransi seperti yang diajarkan Rasulullah SAW.
Kita bisa belajar dari sejarah Islam yang menunjukkan begitu tolerannya umat Islam terhadap non Islam. Yakni kemurahan hati yang diperlihatkan oleh Salahuddin al–Ayyubi pada 1188M saat dia berhasil merebut kembali Yerussalem dari tentara salib. Ketika Salahuddin tiba ia menyaksikan pasukan salib sedang mengotori masjid dengan menyimpan babi di dalamnya. Bahkan para ahli sejarah Eropa pun mengakui bahwa Salahuddin tidak sakit hati dan menuntut balas, bahkan memberi maaf kepada mereka. Kecuali segelintir orang yang selalu menjadi biang keladi pertumpahan darah, antara umat Islam dan Nasrani.
Terminologi toleransi dan tasamuh memang berbeda secara filosofis. Toleransi adalah arti dari kata saling menghargai yang diambil dari kata tolerance, sementara tasamuh mengandung arti “kemurahan hati”(Jud wa karam) dan “kemudahan” (tasahul). Di Barat kata “toleransi” itu menunjukkan adanya sebuah otoritas berkuasa, yang dengan “memaksa” diri untuk bersikap sabar atau membiarkan orang lain yang berbeda.
Namun, dalam Islam kata “tasamuh” justru menunjukkan kemurahan hati dan kemudahan dari kedua belah pihak atas dasar saling pengertian. Istilah itu selalu dipergunakan dalam bentuk hubungan timbal balik. Dengan demikian toleransi dalam Islam bisa dimaknakan membangun sikap untuk saling menghargai, saling menghormati antara satu dengan lainnya. Islam memberikan penjelasan–penjelasan yang jelas akan pentingnya membina hubungan baik antara muslim dengan non muslim.
Islam begitu menekankan akan pentingnya saling menghargai, saling menghormati dan berbuat baik walupun kepada umat yang lain. Pertama, keyakinan umat Islam bahwa manusia itu adalah makhluk yang mulia apapun agama, kebangsaan dan warna kulitnya. Firman Allah SWT: “…..Dan sungguh telah kami muliakan anak–anak Adam (manusia)…..”(QS.Al – Isra’:70), maka kemuliaan yang telah diberikan Allah SWT ini menempatkan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk dihormati, dihargai dan dilindungi. Imam Bukhari dari Jabir ibn Abdillah bahwa ada jenazah melewati nabi Muhammad saw. Beliau berdiri untuk menghormatinya. Lalu ada yang bertanya kepada beliau “Wahai Rasulullah, sesungguhnya itu jenazah Yahudi.” Beliau menjawab dengan nada bertanya: “Bukankah ia juga manusia?”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar