22 Juni 2011



KESENIAN TRADISIONAL GONG SIBOLONG

Gong Si Bolong Pusaka Jaya
Kesenian Gong Sibolong ini merupakan khas kesenian yang berasal dari depok sejak dahulu. Kelurahan Ciganjur yang terletak paling selatan diantara wilayah-wilayah Kelurahan di Jakarta Selatan. Sekarang ini, berbatasan langsung dengan kelurahan Tanah Baru yang secara geografis berada dibagian utara dari wilayah Jawa Barat. Pada masa lalu kedua daerah yang berbeda wilayah ini masyarakatnya masih saling keterkaitan darah atau persaudaraan satu sama lainnya. Saat sekarang ini mungkin sudah banyak yang kematian obor istilah bahasa Betawinya, karena tali silahturahmi antara keluarga sudah terputus setelah generasi yang lebih meninggal dunia. Kalau kita amati secara cermat umumnya masyarakat di sekitar daerah Cilandak, Pondok Labu, Kebayoran Lama, Pondok Gede dan sebagian wilayah Bekasi. Mempunyai adat istiadat dan budaya yang hampir sama dengan masyarakat Tanah Baru dan Ciganjur. Merujuk pada tulisan Drs. H. Ridwan Saidi; bahwa kebudayaan sunda hanya sampai wilayah Cibinong dari wilayah Jawa Barat kebagian utara. Selebihnya itu dipengaruhi oleh kebudayaan Betawi. Sebagai contoh masyarakat di pinggiran Jakarta lebih senang nonton wayang kulit Betawi disbanding nontong wayang Golek. Masyarakat ini rata-rata berbahasa melayu tidak bisa bahasa Sunda.
Pada masa lalu, ketika masyarakat yang tinggal di kampung Tanah Baru dan Ciganjur masih dapat dihitung dengan jari jumlah kepala keluarganya. Sebagian daerahnya masih hutan-hutan kecil dan daerah berawa-rawa. Seiring berjalannya waktu kemudian mulai dirubah menjadi lahan pertanian yang terdiri dari lahan persawahan tadah hujan, sawah basah, dan kolam-kolam perikanan tradisional untuk memelihara ikan. Masyarakat hidup tentram, aman, dan damai sepanjang massa. Sehingga suasana kampung Ciganjur dikejutkan dengan suara-suara gamelan yang terdengar merdu pada malam-malam tertentu. Masyarakat banyak yang penasaran untuk melacak keberadaan darimana sumber musik itu berada. Namun selalu gagal untuk menemukannya, walaupun sudah dicari dan ditanyakan sampai ke lain desa. Apakah ada yang sedang menyelenggarakan pesta dengan hiburan musik Gamelan.
Diantara masyarakat yang penasaran untuk mencari sumber suara Gamelan itu, Pak Jimin ternyata juga ikut penasaran untuk menyelidikinya, ia dikenal sebagai tokoh yang alim dan cukup memiliki pengetahuan ilmu agama. Pak jimin melakukan usaha baik lahir maupun bathin untuk mendapatkan petunjuk keberadaan Gamelan tersebut, dengan berbagai macam halangan dan rintangan. Atas kehendak Allah SWT akhirnya Pak Jimin berhasil menemukan seperangkat Gamelan dilokasi hutan kecil bersemak yang berdekatan dengan Curugan dialiran sungai Krukut. Wilayah ini termasuk kelurahan Tanah Baru sekarang, dengan nama kampung yang berasal dari kata Curugan itu dan menjadi nama Kampung Curug Tanah Baru. Sekarang lokasinya sudah berubah karena semakin banyak warga baru yang tinggal dan sudah tidak ketemukan lagi Curugannya.
Melihat seperangkat Gamelan yang tertata rapi, Pak Jimin menjadi kebingungan dan takjub. Ia melihat ke kiri dan ke kanan berjalan mondar-mandir tak tentu arah, memanggil-manggil sang pemilik Gamelan tersebut. Setelah sekian lama Pak Jimin menunggu, ia tidak menemukan siapa-siapa sebagai pemilik dari seperangkat Gamelan itu. Pak Jimin berinisiatif untuk membawa pulang saja, ia tertarik untuk membawa Gong Bolong, Gendang dan Bende itu saja ia sudah kerepotan karena membawa seorang diri. Sampai dirumahnya Pak Jimin mencari beberapa orang tetangganya untuk diajak kembali ketempat semula, tempat dimana ia menemukan Gamelan tersebut. Setelah berjalan cukup jauh Pak Jimin bersama tiga orang tetangganya sampai pada lokasi yang dituju. Alangkah terkejutnya Pak Jimin dan teman-temannya, karena mereka berempat sudah tidak menemukan apa-apa lagi dilokasi itu.
Dengan berwajah bingung dan bercampur heran mereka akhirnya kembali pulang ke rumahnya di Ciganjur. Gong Si Bolong ditemukan oleh Pak Jimin itu sekitar tahun 1549M. Dikampung Curug yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Tanah Baru saat ini.Gong Si Bolong, Bende dan satu buah Gendang besar yang kemudian hari diberi nama Si Gledek karena suaranya yang keras dan nyaring, seperangkat Gamelan itu tersimpan dirumah Pak Jimin. Keturunan Pak Jimin adalah Pak H.Damong dan salah satu cucunya bernama H.Holil, setelah memberikan keterangan ini kepada bapak Buang Jayadi sebelum mereka berpulang kerahmatullah.
Sekian lama disimpan dan tidak pernah dipergunakan ketiga alat Gamelan itu akhirnya terjadi keanehan pada keluarga Pak Jimin dan para tetangganya. Mereka diserang penyakit bengkak-bengkak dan gatal.Segala upaya dan ikhtiar telah mereka lakukan, tapi kesembuhan belum juga mereka peroleh atau mungkin Allah SWT belum berkenan mengangkat cobaan penyakit tersebut. Atas saran-saran orang yang dituakan dan pendekatan spiritual pada Yang Maha Kuasa.
Pak Jimin memutuskan untuk menyerahkan ketiga alat Gamelan itu pada saudaranya yang berada dikampung Curug , tempat dimana ditemukannya dahulu perangkat gamelan itu. Pak Anim yang menerima titipan Pak Jimin menjadi agak bingung, mengingat ia sendiri kurang mengerti dan agak bertentangan menurut keyakinannya sebagai seorang muslim fanatik. Tidak beberapa bagian dari perangkat gamelan itu berada dirumah Pak Anim kemudian atas ijin Pak Jimin, seperangkat gamelan itu diserahkan kembali kesaudaranya yang tinggal di Kampung Tanah Baru bernama Pak Galung lebih popular dengan panggilan Pak Jerah.
Gong Si Bolong menjadi sangat terkenal di tangan Pak Jerah. Setelah melalui penyempurnaan dan dilengkapi alat-alat lainnya sehingga mencukupi satu set. Gong Si Bolong sering memainkan irama Ajeng. Sejenis dengan irama gamelan yang dimainkan di Bali (cara Bali). Masyarakat juga banyak yang terbawa arus pengkultusan terhadap benda. Sehingga tidak sedikit dari masyarakat Tanah Baru dan sekitarnya yang membuat Sibolong sebagai sarana penyembuhan, wallohualam.
 Kesenian Gong Si Bolong tetap lestari ditangan keturunan-keturunan Pak Galung/ Pak Jerah sampai sekarang. Setelah mengalami pasang surut dalam dunia hiburan ditambah dengan makin maraknya kesenian modern yang berkembang di masyarakat seirama dengan perkembangan zaman. Kesenian Gamelan Gong Si Bolong semakin ditinggalkan penggemarnya. Saat sekarang hanya sebagai musik pengiring Wayang Kulit Betawi.
Di era reformasi dan kota Depok sudah diberikan otonomi dari pemerintah pusat untuk menjalankan roda pemerintahannya sendiri. Khusus nama Gong Si Bolong kembali banyak dibicarakan dan menghiasi berita-berita surat kabar lokal, Ibu kota dan Audio Visual. Kemudian kesenian Gong Si Bolong ditetapkan sebagai kesenian khas asli daerah Depok. Banyak lagi acara-acara yang menggunakan simbol-simbol Gong Si Bolong di masyarakat Depok, terutama dalam acara seni dan budaya.
Gong Si Bolong sebagai alat musik pukul tentunya tidak bisa dipisahkan dari perangkat gamelan lainnya. Hal ini tentunya memerlukan perawatan agar tetap berkembang dan lestari. Harapan dan keinginan para pewarisnya tentu mendapat dukungan dari semua lapisan masyarakat Tanah Baru, khusus dan umumnya yaitu masyarakat kota Depok sebagai warisan budaya sampai ke anak cucu. Akulturasi dalam kesenian Gong Si Bolong termasuk percampuran budaya dan kesenian tradisional dari Betawi dan Depok seperti terompet, saron, dan gong, juga dari Sunda misalnya penerusan dan gendong, serta cina yaitu alat musik gambang. Gong Si Bolong adalah kebudayaan dari Betawi berbatasan dengan kota Depok dan Jakarta.
Kesenian tradisional asli betawi ini sudah ada di Depok sejak puluhan tahun lalu, “ungkapnya Pak Buang Jayadi sebagai ketua dari kepengurusan kesenian Gong Si Bolong. Kesenian ini memang ada di Depok tapi tempat latihannya kebanyakan Betawi maksudnya di Jakarta, jadi lebih sering mengisi acara tampil di Jakarta seperti acara Wayang Kulit dari Betawi yang di iringi dengan Gamelan Sunda disertai juga tari Jaipongannya. Kesenian dan Kebudayaan ini telah mengalami regenerasi hingga 7 turunan, sejak tahun 1549 M lalu hingga sekarang ini masih ada dan di lestarikan oleh Pak Buang Jayadi.
 Kesenian Tradisional Gong Si Bolong pernah mengharumkan kota Depok. Juara 1 diraihnya dalam Festival Kesenian Se-Jawa Barat di Bandung. Kesenian ini mempunyai jumlah  pemain 15 orang, yaitu disertai dengan penari laki-lakinya 2 orang, juga penari perempuannya 2 orang sisanya itu bermain alat musik. Untuk melestarikan dan mempertahankan kesenian serta kebudayaan Betawi ada sedikit polemik didalamnya. Diantaranya, kurang diminati oleh anak muda setempat cukup sulit sekarang ini untuk mencari penerus dalam melestarikan kebudayaan Betawi. Karena, anak muda zaman sekarang lebih tertarik untuk bermain alat musik modern. “Walaupun seperti itu nyatanya tapi Pak Buang Jayadi tetap berusaha melestarikan kesenian ini agar tetap ada”,ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar