18 Desember 2011

EDITORIAL, Pemimpin yang Efektif



Pemilihan umum bisa dikatakan sebagai pengadilan. Pemilu adalah pengadilan politik bagi pemimpin: apakah pantas dipertahankan atau tidak.
Tentu pengertian seperti itu hanya berlaku di Negara demokrasi, di mana ada kebebasan rakyat untuk mengekspresikan haknya, hak untuk memilih dan dipilih, hak berpolitik. Hak memilih atau partisipasi politik merupakan konsep sentral dalam demokrasi. Mengutip pendapat Sidney Verba, Kay Lehman Schlozman, dan Henry E Brady, seperti dikutip Saiful Mujani dalam bukunya, Muslim Demokrat, partisipasi masyarakat merupakan jantung demokrasi. Sungguh, demokrasi tidak dapat dibayangkan tanpa adanya kemampuan anggota masyarakat untuk berpartisipasi secara bebas dalam proses pemerintahan.
Apa yang terjadi di Argentina kiranya menegaskan hal itu atau paling tidak menjadi sebuah contoh bagaimana pemilu, “pengadilan politik” itu dilaksanakan secara jelas dan terbuka. Lewat pemilu itu, rakyat Argentina memilih kembali Cristina Fernandez de Kirchner sebagai presiden. Ia bahkan dapat dikatakan memenangi pemilu secara mudah, padahal hasil pemilu sela pada tahun 2009 menggambarkan bahwa ia sangat tidak popular. Hal itu tercermin dari hilangnya kekuasaan mayoritas partainya, Partai Peronis, di Kongres dan Senat.
Namun, hasil pemilu hari minggu lalu bercerita lain. Cristina Fernandez meraih suara hamper 54 persen, sementara pesaing beratnya, Hermes Binner dari partai sosialis, hanya meraih 17 persen suara. Sungguh kemenangan yang meyakinkan. Apa yang membuat Cristina Fernandez, yang “mewarisi” jabatan presiden Argentina dari suaminya. Nestor Kirchner, menjadi presiden tahun 2003–2007, dipercaya rakyat untuk tetap menjabat presiden? Nestor meninggal mendadak tahun 2010. Ada banyak penyebab yang “mempermulus” jalan Cristina Fernandez mempertahankan kursi kepresidenannya: membaiknya perekonomian Argentina, rendahnya angka penganggur (7,3 persen, ini terendah dalam 20 tahun terakhir).
Ia juga menciptakan dan memperluas program sosial yang sangat dirasakan manfaatnya oleh rakyat, serta lemahnya oposisi. Dan, barangkali yang paling penting adalah kematian mendadak suaminya yang membuat jatuh simpati kepadanya. Ia juga tidak korup. Namun, pendek kata, vonis rakyat untuk memillih dia kembali adalah bentuk dari kepuasan mereka terhadap kinerja Cristina Fernandez yang bisa dirasakan rakyatnya. Bukankah pemimpin yang efektif bukan soal pintar berpidato dan mencitrakan diri agar disukai, melainkan kepemimpinan tergambar dari hasil kerjanya, bukan atribut–atributnya. Begitu kata Peter F Drucker.
(KOMPAS, RABU, 26 OKTOBER 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar